Agama mengajarkan
bahwa mencintai apapun janganlah melebihi cinta pada Tuhan.
Saat ingin
mencintai Tuhan kita mulai kebingungan, bagaimana caranya kita menyalurkan
cinta itu, karena Tuhan tidak dapat dijadikan obyek sementara cinta memerlukan
subyek dan obyek.
Kemudian
muncullah berjuta bentuk cinta, yang dapat dipahami yang berkaitan
dengan subyek-obyek ini. Ada cinta asmara, persahabatan, tanah air, harta,
kedudukan, pangkat dan sebagainya. Manusia mulai terjerat kedalam pelbagai cinta diatas,
dan larut didalamnya. Bentuk cinta ini semuanya memiliki subyek dan obyek yang dapat ditangkap dan terdefinisi. Akibatnya cinta mulai bergerak kearah kepemilikan yang menjadi posessif dan cenderung melekat pada obyek yang dicintai.
Sesungguhnya obyek yang dicintai itu adalah sekedar
”substitusi” dari Sang Pencipta obyek, kesemuanya hanya ”saluran” cinta pada Tuhan (saya tulis substitusi dalam tanda kutip,
karena saya tidak menemukan kata yang tepat, karena Pencipta tidak bisa
disubstitusi). Dengan
demikian mencintai apapun didunia ini sebagai ciptaan Tuhan, sejatinya adalah
mencintai Tuhan. Apapun alasan untuk mencintai sesuatu semuanya pasti menuju
Dia.
Suatu hal yang
perlu disadari terus menerus adalah bahwa obyek cinta adalah saluran dalam
rangka mencintai Tuhan. Kita tidak boleh melekat (attached) dengan obyek
tesebut, harus disadari bahwa semuanya hanyalah obyek penyaluran cinta.
Cintailah dunia
ciptaan Tuhan, tapi jangan melekat padanya.
No comments:
Post a Comment