Thursday, March 30, 2006

Sekolah Kita

Jumlah mata pelajaran murid SD sampai SMA, sangatlah banyak. Mereka diberi beban sampai 16 pelajaran setingkat SMA dan belasan juga di SD dan SMP. Mengingat jumlah pelajaran yang sedemikian banyak, bahkan murid sendiri tidak hapal mata pelajarannya tanpa melihat daftar pelajaran. Sungguh sangat berat.
Kenyataan diatas berakibat pada sedikitnya waktu temu muka setiap mata pelajaran, apalagi dengan jumlah murid dikelas (terutama sekolah negeri) sampai 35-40 orang. Murid tidak menguasai pelajaran, dan guru tidak dapat mngukur kemajuan murid dengan baik. Ini juga mengakibatkan makin sedikitnya waktu bagi murid untuk mengulang pelajaran dirumah, apalagi murid yang di Jakarta yang membutuhkan waktu 1-2 jam pulang pergi sekolah. Akibatnya sasaran yang diharapkan untuk menjadikan murid memiliki pengetahuan luas menjadi kedodoran, sehingga yang dilakukan adalah memperoleh nilai instant dengan menghapal jawaban soal, bukan memengerti mata pelajaran.
Sudah waktunya kita memikirkan pengurangan mata pelajaran, sampai paling tidak setengahnya, sesuai dengan span of control anak didik. Dinegara maju dari SD sampai SMA mereka mendapat sekitar 5 - 8 pelajaran saja, dan bahkan 2-3 diantaranya adalah pelajaran pilihan. Ini terbukti effektif, membuat murid menguasai pelajaran yang juga memupuk percaya diri sehingga menjadi mandiri.
Solusi ini harus segera kalau kita tidak ingin anak-anak didik nantinya menjadi orang yang tidak mandiri dan hanya memikirkan jalan pintas instant dalam segala hal.

Wednesday, March 29, 2006

Bagaimana Ilmu Ekonomi Menjawab?

Ekonomi --menurut Adam Smith bapak ilmu ekonomi-- mempunyai prinsip: 'Memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.' Demikian pula yang saya terima dari guru ekonomi sewaktu di SMA dulu. Saya bukan ahli ekonomi, cuma senang mengamati dengan kaca mata awam, karena hidup ini tidak terlepas dari masalah-masalah ekonomi. Prinsip ini adalah amat sangat logis karena effisien dan effektif, yang menjadi salah satu ciri dari masyarakat modern.

Ekonomi pada kenyataanya adalah suatu lingkaran akrtifitas yang saling tergantung antara tiga komponen besar : Produsen, Konsumen dan Pasar. Jika salah satu unsur lemah, akan membuat perputaran roda ekonomi menjadi pincang. Ibarat bajaj, yang salah satu ban nya kempes. Memang bajaj masih bisa dijalankan, dan roda ekonomi masih bisa diputar, namun tidak lagi dapat memenuhi tujuan luhur dari sistim ekonomi. Tujuan luhur ini tidak lain adalah kesejahteraan masyarakat.

Kenyataan yang dihadapi Indonesia saat ini mulai terlihat kepincangan perputaran roda ekonominya. Kita lihat contoh jalan tol dan PLN, keduanya merupakan penyedia kebutuhan publik.

Pengadaan jalan tol, yang dibangun oleh investor swasta dengan sistim BOT. Sebagaimana diketahui BOT (built, operate and transfer) adalah salah satu cara pemerintah untuk membangun proyek yang diserahkan kepada investor swasta, dan investor berhak mengoperasikan nya dalam jangka waktu tertentu. Setelah masa konsesi operasi selesai, proyek akan diserahkan kepada pemerintah. Masa konsesi itu tergantung kepada kemampuan proyek untuk mengembalikan investasi ditambah keuntungan bagi investor swasta tersebut. Pengembalian dana investor tentu berasal dari tarif tol yang dibayar oleh pengguna. Agar sasaran jangka waktu konsesi dapat tercapai, maka penurunan pendapatan investor akan dicarikan penyelesaian, yang sudah pasti dengan menaikkan tarif sebagai satu-satunya sumber pendapatan untuk membayar investor.

Demikian juga dengan kasus PLN yang merencanakan untuk menaikkan tarif listrik. PLN mengalami kerugian, untuk mmenutupi kerugian PLN meminta pemegang sahamnya yaitu pemerintah untuk mengatasinya dengan dana subsidi agar kerugiannya dapat ditutup. Sementara pemerintah tidak punya dana untuk memberikan subsidi penuh, maka uang yang dibutuhkan PLN haruslah diambil dari pelanggan dengan menaikkan tarif.

Dalam hal diatas, baik investor jalan tol maupun PLN tidak mau rugi atau berkurang keuntungannya, seperti yang sudah dituangkan dalam rencana bisnis mereka, yang juga menganut prinsip ekonomi Adam Smith. Disini kita belum lagi membahas apakah kedua nya telah menjalankan usaha dengan effisien, tanpa ada kebocoran atau penggelembungan biaya.

Terlihat prinsip untung sebesar-besar nya dengan modal sekecil-kecilnya adalah sangat aplikatif buat produsen. Kalau hanya prinsip diatas yang mengemuka, maka konsumen berada pada posisi yang terpaksa menerima, apalagi produsennya monopolis yang membuat konsumen tidak punya pilihan. Konsumen, dalam hal ini masyarakat akan membayar semua ini dari hasil pendapatan mereka. Pendapatan para konsumen ini akan sangat tergantung pada tingkat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional. Salah satu kriteria keberhasilan ekonomi adalah kesejahteraan rakyat, yang berarti kesejahteraan konsumen. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin sejahtera rakyat/ masyarakat konsumen, yang akan membuat kemampuan bayar mereka menjadi tinggi untuk membayar semua kebutuhan hidup termasuk kenaikan yang dibebankan produsen. Ini juga berlaku untuk semua produk tidak hanya jalan tol dan listrik PLN saja.

Sampai disini tidak ada yang salah, semuanya benar sesuai dengan logika prinsip ekonomi. Isu ini akan menimbulkan masalah kalau konsumen menjadi salah satu ban bajaj yang kempes.

Nyatanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat rendah, itu pun tidak merata kepada seluruh rakyat, sehingga pertumbuhan ekonomi sekitar 4 % sekarang ini hanya akan dinikmati oleh segelintir lapisan pelaku ekonomi tingkat atas saja. Ini membuat kemampuan bayar atau daya beli masyarakat rendah. Dari mana konsumen mendapatkan uang untuk membayar semua produk itu? Atau mereka mungkin akan mengurangi pemakaian produk yang ditawarkan produsen. Kalau ini yang terjadi, akan menimbulkan efek negatif dimana rencana keuntungan perusahaan produsen akan berkurang, dan taraf hidup masyarakat juga akan menurun. Kedua hal ini akan membuat perputaran ekonomi bisa menjadi macet, konsumen tidak mampu membayar, produsen tidak bisa menjual, tidak dapat dibayangkan apa yang terjadi. Daya beli turun, produksi macet!!!

Bagaimana Ilmu Ekonomi menjawabnya ???

Wednesday, March 22, 2006

Ego, akal dan nafsu

Kala "ego" yang berperan, maka perilaku akan banyak menyakiti.

Kala "akal" yang dikedepankan maka yang "benar" akan tertutup oleh "pembenaran".

Kala "nafsu" mendahului maka ada hak orang lain yang terlanggar.

Jadi, memakai ego, akal dan nafsu harus dibawah kontrol.

Tuesday, March 07, 2006

Welcome Letter

Hi, welcome to my blog.
Everybodys' comments on my published idea, are welcome. Please submit your comments clearly and honestly.
Thank you
Adli