Thursday, January 17, 2008

Anarkhis

Kediri, Rabu sore 16 Januari 2008. Pertandingan sepakbola 8 besar Liga Djarum antara Arema dan Persiwa berakhir ricuh. Kericuhan dimulai oleh supporter yang dikenal dengan Aremania, dan dipicu oleh keputusan wasit menganulir gol-gol Arema. Kericuhan yang anarkhis dapat dibaca di koran dan dilihat di siaran televisi.

Kenapa harus anarkhis? Padahal pertandingan sepakbola ada aturannya, termasuk aturan untuk wasit jika salah dalam mengambil keputusan. Anarkhisme tidak hanya terjadi dalam sepakbola, anarkhis terlihat disegala segi kehidupan bangsa ini. Mulai dari hal kecil, senggolan lalulintas, sampai pilkada atau apapun yang pada dasarnya bentuk pemaksaan kehendak. Anarkhis juga merasuk ke dalam agama dan perbedaan keyakinan. Untuk hal semua ini pun sudah ada aturannya yang dikukuhkan dalam undang-undang. Kesalahan seseorang tidak memberi legitimasi apa-apa pada kita untuk menghakimi apalagi menghukum dan bertindak anarkhis.

Kenapa jadi anarkhis? Apakah bangsa ini sudah sedemikian kerdilnya, seperti anak kecil yang marah kalau terusik? Apakah karena tidak punya nurani menjadi anarkhis? Apakah karena ingin melanggar aturan menjadi anarkhis? Atau apakah karena tidak menggunakan pikiran jadi anarkhis? Dari kesemua penyebab ini, kelihatannya bangsa ini lebih pada kondisi yang terakhir. Bangsa ini "lupa" berpikir sebelum bertindak. Bangsa ini dari kecil tidak diajak menggunakan pikiran jernih yang penuh etika. Lebih mendasar dan yang paling parah adalah bangsa ini sejak kecil tidak dididik untuk berargumentasi, sehingga setiap masalah diselesaikan dengan otot bukan dengan otak.

Jangan sampai kita sengaja di "isengi" oleh bangsa lain untuk memancing kemarahan kita, yang kemudian mereka tertawa dibalik itu. Seperti hal nya kita diusik masalah reog ponorogo yang membangkitkan ketersinggungan luar biasa sampai demo ke kedutaan Malaysia. Alangkah indahnya jika dari kecil anak-anak mulai dididik untuk berargumentasi, sehingga lebih mendahulukan otak dan kalau marah pun akan marah secara proposional.

Saturday, January 05, 2008

Kewajiban dan Hak

Manusia telah diutus oleh Sang Khalik untuk bertugas sebagai khalifah dibumi. Tuhan berfirman dalam Al-Quran, yang intinya menceritakan bahwa tatkala Adam a.s., sang manusia pertama, diciptakan-Nya dan ditunjuk sebagai khalifah dimuka bumi, semua makhluk sujud pada Adam a.s. kecuali iblis.
Demikian tinggi dan mulianya martabat yang diberikan Allah SWT kepada manusia dibanding dengan makhluk lain ciptaan-Nya. Sudah sepantasnyalah kita, manusia, memberi response yang paripurna untuk mengemban tugas mulia ini karena ada nya kita adalah untuk itu.

Tugas tidak lain adalah kewajiban. Kewajiban pengertiannya selalu berkonotasi memberi, bukankah Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa : tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah? Penugasan sebagai khalifah adalah sangat luas cakupannya, secara harafiah bisa diartikan sebagai pemimpin dimana dalam memimpin sudah termasuk didalamnya adalah mengendalikan, memelihara, melindungi, mempertahankan, mengawasi dan juga ‘menghukum’; dengan tujuan memanfaatkan bumi ini, utamanya untuk sebesar-besarnya kemaslahatan makhluk (seluruh makhluk, bukan hanya manusia) sesuai dengan garis yang telah ditentukan oleh Sunatullah dan contoh bimbingan dari Sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

Kewajiban memang selalu dikompensasi oleh ‘rewards’ atau hak, Kewajiban kepada Allah SWT akan diganjar dengan pahala dan dosa yang menjadi hak bagi manusia., bahkan sebelum manusia melakukan kewajiban kepada-Nya, dia sudah terlebih dahulu diberi-Nya hak untuk hidup, rejeki dan banyak hak-hak lain yang diberikan Allah kepada kita, tidak terlihat oleh pikiran awam akan kaitannya dengan kewajiban, ini adalah salah satu dari Rahasia-Nya semata.
Sedangkan dialam dunia fana ini, menurut alur berpikir logis, hak akan timbul sebagai akibat dari kewajiban, dengan demikian wajarlah kewajiban harus lebih dahulu ditunaikan sebelum menuntut hak. Sedangkan kewajiban manusia atas sesama makhluk akan mendapat ganjaran hak yang seimbang pula. Ganjaran hak yang kongkrit dapat kita lihat umpamanya jika seseorang menunaikan kewajiban mengasihi tetangga maka dia pun akan memperoleh hak yang sama dari tetangganya. Kewajiban manusia untuk memelihara lingkungan maka manusia akan memperoleh haknya untuk hidup nyaman, demikian pula sebaliknya kalau manusia merusak lingkungan maka malapetakalah yang akan menjadi haknya. Jadi sesungguhnya kalau kita membicarakan kewajiban sebenarnya sudah merupakan satu paket dengan hak. Selama setiap orang melakukan kewajibannya, secara otomatis orang lain akan memperoleh hak-hak masing- masing.

Kewajiban kita, manusia dapat diproyeksikan kedalam kewajiban individu, karena manusia sebagai makhluk sosial merupakan kumpulan dari individu-individu. Tugas ke-khalifahan ini akan melalui proses tumbuh sesuai dengan pertumbuhan usia dan perkembangan fungsi seorang individu dalam masyarakat.
Proses tumbuhnya kewajiban misalnya semasa kanak-kanak, menghormati orang tua adalah merupakan kewajiban, yang akan menjadi hak orang tua, sementara itu orang tua memiliki kewajiban mendidik anak kearah yang sesuai dengan ajaran-Nya, yang akan menjadi hak si anak. Begitu pula setelah dewasa individu mempunyai kewajiban tambahan ke masyarakatnya. Kalau dia memiliki harta wajib membayar zakat, menyantuni yatim dan orang miskin misalnya. Begitu pula kalau individu berfungsi sebagai pemimpin dalam masyarakat atau keluarga, kewajiban selalu mengiringi perubahan fungsi ini. Pemimpin haruslah mendahulukan kewajibannya kepada umatnya, barulah kemudian dia akan mendapat rewards atau haknya dihormati sebagai pemimpin. Pemimpin yang memulai pekerjaan dengan mengemukakan hak terlebih dahulu akan dinilai negatif oleh masyarakatnya, karena memang itulah kemudian yang menjadi hak nya. Semua usaha dan perdebatan yang menuju kearah perebutan kekuasaan pada hakekatnya adalah melupakan kewajiban. Keadaan individu yang mendahulukan hak ini adalah akibat dari godaan yang dirancang oleh iblis yang memang tetap diberi hak oleh Allah untuk menggoda akibat dihukumnya iblis masuk neraka karena tidak mau sujud kepada Adam a.s.
Banyak contoh-contoh lain yang dapat dikembangkan dan diamati dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi pada hakekatnya, menunaikan kewajiban adalah berada dalam posisi memberi (tangan diatas), dan jika setiap orang sudah memberi, maka setiap orangpun akan menerima hak masing-masing karena secara filosofis setiap pemberi mesti ada penerima nya. Pemberian/penunaian kewajiban secara tulus adalah yang harus kita tuju.

Apa yang menyebabkan manusia cenderung mengambil hak terlebih dahulu, tak lain karena kesombongan manusia juga. Ego yang tinggi sudah merupakan sifat manusia pada umumnya. Mengalahkan ego ini merupaka jalan panjang yang harus ditempuh. Tatkala ego sudah kalah total maka penyerahan diri pada-Nya pun akan menjadi total pula. Pada saat itu pula kewajiban akan ditunaikan sebagai yang utama, dan tulus setulus-tulusnya.

Hari Istimewa

Sekali lagi saya berkomentar tentang khutbah Jum'at. Pada Jum'at 4 Januari 2008 khatib di masjid tempat saya biasa jum'atan dekat kantor menyampaikan keistimewaan hari Jum'at.

Sepintas yang dikemukakan adalah wajar dan lumrah. Bahwa hari Jum'at punya keistimewaan dimata Tuhan sehingga ada perintah shalat jum'at, kemudian disampaikan bahwa ibadah apapun yang dilakukan dihari Jum'at akan mendapat ganjaran pahala berlipat dari Allah, sampai-sampai khatib menganjurkan hari Jum'at sebagai hari libur dan aktifitas ibadah sebaiknya dilakukan sepanjang hari, atau pekerjaan baik-baik dilakukan pada hari itu. Sayangnya ibadah yang dianjurkan khatib adalah sebatas ibadah personal seperti shalat dan zikir.

Memang shalat jum'at adalah shalat yang diistimewakan dalam Islam, tapi menempatkan hari Jum'at hari istimewa seperti yang digambar khatib tersebut adalah berlebihan. Tuhan menciptakan hari adalah sama, kalau satu hari diistimewakan maka harus ada hari yang tidak istimewa, dan ini berlawanan dengan prinsip ke-Maha Adil-an Tuhan. Melakukan ibadah apapun di hari apapun pasti akan diberi ganjaran Tuhan. Kita tidak harus peduli dengan ganjaran tersebut, kita harus peduli hanya pada apa yang menjadi kewajiban kita, baik itu kewajiban kepada Tuhan maupun kewajiban kepada sesama makhluk. Ibadah pun tidak hanya ibadah personal seperti shalat dan zikir, tapi harus seimbang dengan ibadah sosial.

Kemudian issue ini akan berlanjut pada bulan dan tempat yang istimewa, seperti bulan suci, tempat suci dan sebagainya. Saya berpendapat semua waktu, semua tempat sama dimata Tuhan untuk merefleksikan ke-Maha Adil-an Nya. Kalau pun toh ada keistimewaan, bukan lah istimewa dimata Tuhan, tapi istimewa menurut klasifikasi manusia.

Tuesday, January 01, 2008

Milik Siapa?

Tuhan adalah Dia yang Maha Esa
Selalu disebut dengan seribu nama

Manusia Dia jelmakan
Sebagai pancaran diri Nya

Budha, Confusius, Dia jelmakan
Musa, Daud, Yesus, Muhammad, Dia jelmakan
Para orang suci Dia jelmakan
Untuk meretas jalan menuju Dia

Semua Dia jelmakan
sebagai pancaran diri Nya
Manusia semua dalam genggaman Nya.
Tiada hak manusia memiliki Nya.