Monday, August 24, 2015

CINTA

Agama mengajarkan bahwa mencintai apapun janganlah melebihi cinta pada Tuhan.

Saat ingin mencintai Tuhan kita mulai kebingungan, bagaimana caranya kita menyalurkan cinta itu, karena Tuhan tidak dapat dijadikan obyek sementara cinta memerlukan subyek dan obyek.

Kemudian muncullah berjuta bentuk cinta, yang dapat dipahami yang berkaitan dengan subyek-obyek ini. Ada cinta asmara, persahabatan, tanah air, harta, kedudukan, pangkat  dan sebagainya. Manusia mulai terjerat kedalam pelbagai cinta diatas, dan larut didalamnya. Bentuk cinta ini semuanya memiliki subyek dan obyek yang dapat ditangkap dan terdefinisi. Akibatnya cinta mulai bergerak kearah kepemilikan yang menjadi posessif dan cenderung melekat pada obyek yang dicintai.

Sesungguhnya obyek yang dicintai itu adalah sekedar ”substitusi” dari Sang Pencipta obyek, kesemuanya hanya ”saluran” cinta pada Tuhan (saya tulis substitusi dalam tanda kutip, karena saya tidak menemukan kata yang tepat, karena Pencipta tidak bisa disubstitusi). Dengan demikian mencintai apapun didunia ini sebagai ciptaan Tuhan, sejatinya adalah mencintai Tuhan. Apapun alasan untuk mencintai sesuatu semuanya pasti menuju Dia.

Suatu hal yang perlu disadari terus menerus adalah bahwa obyek cinta adalah saluran dalam rangka mencintai Tuhan. Kita tidak boleh melekat (attached) dengan obyek tesebut, harus disadari bahwa semuanya hanyalah obyek penyaluran cinta.

Cintailah dunia ciptaan Tuhan, tapi jangan melekat padanya.

Syafa’at Rasulullah.

Sebagaimana kita semua menyadari bahwa umat Islam sering dinasehati agar berdo’a dan bershalawat, agar nanti di yaumil akhir kita diberi syafa’at oleh Rasulullah agar terhindar dari siksaan api neraka.

Syafa’at secara umum berarti usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain.
Syafa’at Rasulullah menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani adalah:
“Rasulullah memberikan syafa’at kepada manusia pada hari kiamat, yaitu dengan memberikan ketenangan pada waktu mereka dalam ketakutan.
Rasul juga memberikan syafa’at dengan memohon keringanan adzab untuk sebagian orang-orang kafir, sebagaimana yang terjadi pada diri paman beliau Abu Thalib.

Rasul juga memberikan syafa’atnya dengan memohon kepada Allah untuk mengeluarkan sebagian orang mukmin dari siksa api neraka atau memohonkan mereka untuk tidak dimasukkan ke dalam api neraka setelah ditetapkan bahwa mereka akan masuk neraka.

Rasul juga dapat memberikan syafa’at bagi seseorang untuk masuk surga tanpa melalui proses hisab atau dengan mengangkat derajat sebagian mereka untuk bisa tinggal dalam surga yang lebih tinggi.”

Selanjutnya, apakah yang terbayang oleh kita tentang syafa’at ini, apakah kelak Rasulullah akan datang di pengadilan Tuhan, dan kemudian beliau membantu kita?

Saya kira tidak demikian.....!

Allah swt memerintahkan kita berdo’a, namun do’a bukanlah sebuah tombol untuk menggerakkan apa yang kita inginkan. Tapi do’a adalah memberikan kesiapan pada diri kita untuk menerima pemberian dari Allah swt. Syafa’at Rasulullah itu adalah salah satu bentuk pemberian dari Allah swt.
Berdo’a saja tidak cukup.
Jadi untuk mendapatkan syafa’at Rasulullah kita seharusnya juga berbuat dan berakhlak  yang baik.
Rasulullah saw adalah patron yang paling pantas untuk dicontoh. Kita harus bisa meniru akhlak Muhammad saw dengan sepenuhnya. Dengan meniru akhlak beliaulah syafa’at dengan sendirinya akan dianugerahkan kepada kita.
Ini sesuai dengan petunjuk Allah dalam al-Quran surat  Al-Ahzab (33) ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah.”
Dan dipertegas dengan sabda Rasulullah saw dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari : ”Inna ma bu’itstu li utimma shalihul akhlak” , yang artinya: sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang saleh. (H.R. Bukhari).

Bagaimana meniru akhlak beliau sementara beliau sudah tiada?
Beliau mengamalkan semua kebaikan manusia yang disebutkan dalam al-Quran. Muhammad dikenal santun dan dapat dipercaya. Beliau kalau disakiti tidak pernah membalas, bahkan dihina sekalipun beliau tetap mema’afkan penghinanya.

Muhammad dikenal sebagai manusia yang berakhlak Al-Quran. Oleh sebab itu kita harus mendalami ajaran akhlak melalui Al-Quran dan Sunnah beliau.

Akhlak inilah yang harus ditiru oleh umat Islam agar dapat memperoleh syafa’at diakhirat kelak.


Wallahu a’lam