Monday, January 24, 2011

Karena DIA

“Saudara-saudara ingatlah nanti waktu kita meninggal, kita akan ditanyai oleh malaikat didalam kubur. Ada enam pertanyaan yaitu: pertama siapa tuhan kamu; kedua siapa nabi kamu; ketiga apa agama kamu; keempat kemana qiblatmu; kelima siapa imammu; dan keenam siapa saudaramu. Sedangkan jawaban yang diharapkam secara berurutan adalah: Allah; Muhammad; Islam; ka’abah; al-Quran; dan kaum muslimin”. Demikian ringkasan khutbah Jum’at hari ini, yang disampaikan khatib di masjid dekat rumah saya. Khutbah itu merupakan tafsiran yang amat dangkal dari hadis Nabi. Memang khatib menjelaskan bahwa kita tidak bisa menghafal jawaban diatas, untuk dapat menjawab pertanyaan itu kelak, kita harus melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya.

Seperti biasanya saya selalu “usil” dan “kritis” atas wejangan yang saya dengarkan; termasuk khotbah hari ini meskipun menurut khatib, yang disampaikannya adalah hadis shahih yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Saya tidak mengkritisi hadis maupun pendapat Nabi, yang ingin saya kritisi adalah penafsiran hadis tersebut.

Pertama, yang akan saya kritisi adalah malaikat yang akan menanyakan katanya adalah pembantu Tuhan untuk menanyai hal-hal diatas kepada setiap orang yang meninggal. Apakah Tuhan perlu pembantu untuk “hal kecil” ini pada hal pada hakekatnya sebesar apapun masalah Tuhan tidak membutuhkan bantuan.

Kedua, Tuhan tahu dengan sendirinya apa yang diperbuat manusia, tidak perlu menunggu untuk bertanya sampai seseorang meninggal. Semua sudah diketahui oleh Yang Maha Mengetahui, dan bagi Tuhan tidak ada peristiwa linier karena Dia tidak terikat dengan ruang dan waktu.

Akhirnya, apakah azab kubur itu nyata? Atau hanya sekadar cara untuk menyuruh manusia jaman dahulu untuk berbuat baik? Sehingga untuk menjalankan perintah dan menjauhkan larangan-Nya, manusia perlu diiming-imingi dengan kemudahan dialam kubur? Perintah berbuat baik akan selalukah dikaitkan dengan imbalan pahala, seperti hidup ini layaknya berdagang, yang mengharapkan keuntungan atas apa yang sudah diinvestasikan?

Sudah saatnya kita meninjau kembali tafsiran-tafsiran dangkal. Kita harus melihat kembali maksud dan tujuan dari hadis Nabi tersebut. Beragama lebih advance adalah tidak mengaitkan imbalan atas perbuatan. Satu-satunya alasan untuk berbuat baik adalah karena Dia, semua hanya untuk cinta kepada Dia, tidak dengan alasan lain-lain. “Kalau aku menyembahmu karena mengharapkan surga Mu, maka campakkanlah aku keneraka” demikian cetusan hati seorang sufi perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah. Tafsiran Kitab Suci dan Sunnah Nabi perlu dikaji sesuai dengan kondisi saat ini. Sesama manusia sudah sibuk dengan internet, sementara hubungannya dengan Tuhan dan malaikat masih memakai modus lama.