Saturday, August 13, 2011

Puasa Ibadah Rahasia.

Ibadah puasa yang telah diwajibkan kepada umat beriman adalah ibadah istimewa. Seperti yang disampaikan dalam sebuah hadist qudsi: “puasa itu untuk Allah dan Allah yang akan membalasnya.” Dengan demikian puasa adalah tuntutan ibadah yang sangat personal dan rahasia antara Allah dan manusia. Puasa dengan kesadaran sufistik adalah tempat atau sarana berasyiq-masyuq manusia dan Allah. Kesadaran penuh akan ke-Maha Esa-an Allah, tiada yang selain Dia, kesadaran yang demikian merupakan esensi dari tauhid.

Kerahasiaan ibadah puasa perlu dicermati oleh orang-orang beriman yang berpuasa. Berbeda dengan ibadah lain yang memerintahkan untuk melakukan sesuatu, ibadah puasa adalah ibadah yang perintahnya melarang melakukan sesuatu. Puasa adalah perintah larangan makan dan minum, larangan melakukan sesuatu yang mebatalkan puasa seperti mengumbar nafsu-nafsu amarah, sex dan lain-lain. Ibadah puasa yang kita laksanakan, hanya diketahui oleh kita dan Allah. Mengingat kerahasiaan dari puasa, jangan sampai ibadah ini menjadi berkurang nilainya atau malah menjadi batal akibat kecerobohan dalam pelaksanaan. Untuk itu beberapa kebiasaan dalam memasuki bulan ramadhan sepertinya perlu dicermati dan dievaluasi.

Kalau diamati menjelang dan selama Ramadhan, kebanyakan kita berbelanja makanan lebih banyak, melebihi kebiasaan yang dikonsumsi sehari-hari. Padahal kebutuhan nutrisi kita dalam 24 jam relatif tetap, karena kita berpuasa makan dan minum hanya pada siang hari. Jadi wajarnya tidak ada kebutuhan makanan yang melebihi kebutuhan seperti yang biasa kita konsumsi sehari-hari. Kita hanya membutuhkan penyesuaian waktu makan atau pemasukan nutrisi yang tadinya pada siang hari menjadi malam. Sikap konsumtif ini perlu dihindari semaksimal mungkin, karena sikap ini juga akan berdampak pada sistim perekonomian. Jika semua umat Islam yang berpuasa tetap menjaga konsumsinya selama Ramadhan, maka permintaan kebutuhan pangan tidak akan mengalami lonjakan sehingga stabilitas harga dapat dipertahankan.

Menjelang masuk bulan Ramadhan biasanya terjadi hiruk pikuk persiapan puasa. Ada kelompok yang mengkampanyekan untuk menghormati bulan puasa. Kampanye menghormati bulan puasa jauh lebih banyak dari pada anjuran untuk berpuasa dengan benar. Padahal orang-orang berimanlah yang diperintahkan berpuasa, dan tidak ada perintah apapun bagi orang-orang yang tidak beriman. Jadi seperangkat aturan tambahan selama bulan puasa yang disodorkan kepada yang tidak berpuasa tidaklah pada tempatnya, cukuplah aturan sosial yang ada untuk mengatur hubungan ini. Tidak perlu juga dalam bulan Ramadhan harus merazia warung makan, bukankah orang berpuasa sudah pasti tidak akan masuk warung makan di siang hari? Orang berimanlah yang seharusnya berkonsentrasi dengan puasa, menahan godaan adalah merupakan bagian dari esensi puasa. Jadi akan jauh lebih baik menganjurkan orang beriman untuk menahan godaan selama menjalankan ibadah puasa, dari pada mengurus orang-orang yang tidak puasa. Bukankah lebih mudah dan efektif mengatur kedalam diri sendiri dari pada mengatur orang lain.

Melaksanakan ibadah sunnah seperti shalat tarawih, tadarus dan lain-lain, sangat dianjurkan dan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari puasa Ramadhan. Pelaksanaan ibadah-ibadah sunnah ini harus dilakukan dalam porsi ketaqwaan yang dalam, bukan dengan euforia berlebihan. Jangan sampai dalam beribadah sunnah ini kembangnya lebih menonjol daripada khusyuknya. Jangan sampai ibadah terjerumus kedalam riya karena ingin menunjukkan bahwa kita melakukannya. Jangan sampai kita terhijab oleh ibadah kita. Perlu diingat bahwa Allah juga menguji kita dalam ibadah.

Hiruk pikuk Ramadhan terasa jauh sampai ke acara hiburan, terlebih media televisi dengan program serial keagamaan dan hiburan yang bernuansa puasa. Acara-acara ini seyogyanya dapat diisi dengan lebih berbobot, mengingat waktu persiapan yang cukup panjang sebelum puasa. Dengan demikian manfaat media televisi yang sangat ampuh ini dapat memberikan dampak positif selama bulan puasa.

Ramadhan seyogyanya dijadikan sebagai bulan kontemplasi yang dikondisikan oleh suasana puasa, yaitu dengan menahan dan mengendalikan keinginan dan perbuatan tertentu di siang hari. Dalam kondisi ini manusia lebih menyadari kerapuhan diri dan kerapuhan egonya, manusia akan menyadari ke-Agungan Allah, bahwa hanya Allah yang Maha Ada. Kontemplasi dan kesadaran diri ini yang dapat menghantarkan manusia menjumpai lailatul qadr.

“Salaamun hiya hatta mathla’il fajri”- sejahteralah ia sehingga terbit fajar (Al-Quran surah Al-Qadr (97) ayat 5). Lailatul qadr, adalah memasuki kesadaran ilahi, semua menjadi jelas dan merasakan nikmat, seperti kegelapan malam menjadi terang oleh fajar, menyadari yang ada hanyalah Dia Al-Haqq. Lailatul qadr, adalah kondisi dan situasi dimana manusia masuk ke dalam kesadaran tinggi akan ke-Esa-an Allah, manusia yang merasakan akan kesadaran bahwa tiada yang lain kecuali Allah. Kesadaran semuanya adalah Esa.

Puasa, kontemplasi, lailatul qadr adalah sebagian dari hubungan-hubungan rahasia Allah dan manusia.



4 Agustus 2011

No comments: