Saturday, December 26, 2009

Ayat-ayat Allah

Rasulullah bersabda : “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, yang apabila kalian berpegang teguh kepada dua perkara tersebut maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya : Kitab Allah (Al-Qur`an) dan Sunnahku (Hadits)” (HR. Imam Ahmad dan Baihaqi)

Allah pun dalam Surat An-Nisa` (4) ayat 59 berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada pemangku kekuasaan di antara kalian (ulil amri). Maka Jika kalian berselisih dalam suatu urusan, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (Hadits), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih baik dan lebih bagus kesudahannya”.

Melalui Al-Qur`an dan hadits Nabi itu, Allah memberikan petunjuk dan arahan kepada hamba-Nya untuk menjadikan Al-Qur`an dan Hadits Nabi sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan berbagai masalah, baik yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat sosial kemasyarakatan. Umat Islam harus segera melakukan gerakan “kembali kepada Al-Qur`an dan Sunnah”. Gerakan ini mestilah ditopang dengan berbagai “persiapan dan alat” yang menjadikan umat Islam dapat memahami Al-Qur`an dan Sunnah Nabi dengan benar. Perjalanan Al-Qur`an dan Sunnah Nabi melintasi waktu lebih dari 15 abad membuat kedua sumber utama Islam ini harus berhadapan dan ”berdialog” dengan berbagai umat dengan latar belakang keilmuan, letak geografis dan problem kemasyarakatan yang ada.


Ayat Qauliyah dan Kauniyah

Sayangnya banyak sekali umat Islam terjebak pada pemahaman dan berhenti pada disiplin ilmu keislaman saja, sehingga umat Islam –pun terjebak pada pembatasan Al-Qur`an dalam disiplin keilmuan tersebut. Umat Islam lebih menfokuskan perhatiannya pada hasil suatu tafsir dan sering melupakan Al-Qur`an itu sendiri.

Padahal Al-Qur`an sendiri menginformasikan bahwa ilmu Allah begitu luasnya dan bahkan tanpa batas. Allah berfirman :

Surat Luqman 31:27 “Dan seandainya semua pohon yang ada di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambah kemudian dengan tujuh laut, niscaya tidak akan habis kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Selain itu, yang disebut Ilmu Allah tidaklah hanya meliputi apa yang dikenal sekarang dengan “ilmu keislaman”, tetapi mencakup semua disiplin keilmuan yang ada. Al-Qur`an menginformasikan bahwa ayatullah (tanda-tanda Allah) adalah semua ciptaan atau makhluk-Nya. Ayatullah atau tanda-tanda Allah terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah ayat-ayat Qauliyah berupa firman Tuhan yang terangkum dalam Kitab Suci. Kedua adalah ayat-ayat Kauniyah atau ayat-ayat yang berbentuk semua ciptaan Allah. Bumi dan langit beserta segala isinya merupakan tanda-tanda atau ayat Allah. Siapa pun yang mampu memahami ayat Kauniyah dan Qauliyah maka akan mengenal (ma`rifat) Allah. Banyak ayat Al-Qur`an yang menjelaskan begitu lengkapnya tanda-tanda (ayatullah) yang bisa dipetik manusia pada penciptaan langit dan bumi. Diantaranya adalah :

Surat Yusuf 12:105 Dan berapa banyak tanda-tanda (âyât) di langit dan di bumi yang mereka lalui, sedang mereka berpaling daripadanya”.

Surat Yunus 10:6 “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang dan apa yang diciptakan Allah di langit dan dibumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (âyât) bagi orang-orang yang bertaqwa”.

Dua macam ayatullah di atas, mendasari manusia dalam memahami ayat-ayat Nya dan mencoba melakukan interpretasi atau tafsir. Maka lahirlah berbagai macam disiplin keilmuan. Hasil intrepretasi terhadap ayat Qauliyah melahirkan empat disiplin keilmuan yaitu: Ilmu Kalam atau Teologi (Ilmu tentang Ketuhanan dan Ilmu Logika); Ilmu Filsafat (ilmu tentang usaha manusia menemukan dan mencapai kebenaran) ; Ilmu Fiqh (Ilmu tentang aturan formal ibadah dan Hukum Islam); dan Ilmu Tasawuf (Ilmu tentang Akhlak dan Spiritualitas). Sementara pemahaman dan interpretasi terhadap ayat Kauniyah melahirkan berbagai macam ilmu pengetahuan (science) dan teknologi. Tetapi yang mesti diingat bahwa kedua-duanya merupakan tanda-tanda Allah (ayatullah). Maka, sesungguhnya dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum menjadi tidak relevan secara hakiki, sebab sebenarnya kedua-duanya adalah interpretasi dari ayatullah. Demikian juga penghormatan kita pada ahli kedua keilmuan tersebut juga semestinya sama.


Mengembalikan Al-Qur`an pada makna aslinya

Sering terjadi orang melakukan penenjemahan yang terkadang mereduksi makna sebuah kata kedalam hanya satu pengetian. Akibatnya, membuat Al-Qur`an menjadi kitab yang sempit dan susah dimengerti serta tidak mampu mengungkapkan apa sesungguhnya yang dikehendaki Allah dalam menyampaikan sebuah pesan.

Muhammad Arkoun, Seorang pemikir Aljazair menulis bahwa : ”Al-Qur`an memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tidak terbatas. Ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi baru, tidak pernah pasti dan tertutup didalam interpretasi yang tunggal”.

Ya Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta`wil (tafsir), do`a Rasul untuk Ibnu Abbas ini semoga juga menjadi do’a buat kita yang harus kita amini.

Wallahu a’lam.

Pamulang 12 Desember 2009.

Adli Usuluddin

Beberapa contoh terjemahan yang mereduksi arti suatu kata hanya pada satu pergertian :

  • `Adzaba, sering diartikan dengan siksa. Padahal `adzaba juga mempunyai arti menawarkan sesuatu atau menjadikan sesuatu menjadi tawar, atau juga berarti membuang kotoran. Maka `adzaba dalam arti proses pembuangan kotoran (dosa) dan menawarkan kembali sesuatu yang dahulunya bersih atau suci adalah suatu keniscayaan atau tahapan yang mesti dilalui oleh manusia sebelum ketemu atau bersatu dengan Tuhan yang Maha Suci.
  • Salima atau islam, biasanya diartikan untuk nama sebuah agama, yaitu agama Islam dan dilawankan dengan kata kafir. Padahal arti salima adalah selamat, berserah diri, damai, dan juga kepatuhan atau ketundukkan. Jadi orang disebut ber-islam ketika dia telah berserah diri secara total kepada Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya, dan yang lebih penting orang tersebut akan memberikan rasa damai dan keselamatan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
  • `Alima, diartikan mengetahui. Orang yang mengetahui disebut `âlim, yang jamak atau pluralnya `ulama. Tapi kemudian orang hanya menyebut `ulama kepada orang yang ahli agama, dan tidak memasukkan ahli-ahli di bidang ilmu pengetahuan non agama. Padahal kata `alima berarti mengetahui sesuatu, artinya netral dan tidak khusus ilmu agama. Dari kata ‘alima juga bisa berarti alamat (‘alama). Kata alam semesta berarti alamat atau tanda yang mengantarkan kepada siapa pun yang mampu memahaminya kepada suatu tujuan yaitu Sang Pencipta alam.
  • Jahada, sering diartikan dengan jihad, lebih khusus lagi dengan jihad fisik, misalkan dengan perang atau melakukan bom bunuh diri. Padahal kata jahada berarti bersungguh-sungguh atau memaksimalkan semua potensi yang ada. Oleh sebab itu, karena manusia mempunyai potensi fisik, akal, emosi dan spiritual, maka segala yang dilakukan oleh fisik, akal, emosi dan spiritual manusia dengan sungguh-sungguh juga berarti jihad. Maka seseorang yang melakukan usaha sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa atau untuk mengenal (ma’rifat) kepada-Nya, maka ia telah melakukan jihad spiritual atau sering disebut dengan istilah mujahadah.

No comments: