Thursday, April 06, 2006

RUU APP, Perburuhan, dan lain-lain

Beberapa issue nasional belakangan ini datang tumpang tindih, menyita perhatian rakyat dan terutama perhatian pemerintah dan parlemen. Ada RUU APP, RUU PA, Australia issue, import beras, gaji anggota parlemen, Exxon, dan lain-lain.

RU APP, sudah banyak sekali argumentasi pro dan kontra. Kadang kedua belah pihak sudah menjurus pada kehabisan argumentasi sehingga yang keluar adalah debat kusir. Malahan pihak yang pro sudah memvonis pihak yang kontra sebagai orang-orang yang hidup bergelimang pornografi dan penuh kemesuman. Begitu juga yang kontra menuduh yang pro sebagai perampas hak asasi manusia dan eksklusif. Kesimpulan yang sudah menjurus kearah hitam-putih --kalau tidak hitam ya pasti putih-- adalah logika yang terlalu sederhana. Masing-masing kita harus berani berpikir jernih dan jujur.

Sebetulnya ada dua hal yang menjadi issue dalam RUU APP. Pertama adalah penyebab lahirnya RUU APP; sedangkan yang kedua adalah materi RUU itu sendiri.
Issue yang pertama adalah bahwa pornografi telah merajalela dari mulai anak sekolah dasar sampai orang dewasa, yang dikuatirkan dan dituduh sebagai penyebab rusaknya moral dan timbulnya kejahatan seksual. Pornografi berasal dari bahasa Yunani terdiri atas dua kata porn dan graphos; porn berarti pelacuran sedangkan graphos berarti tulisan; sehingga pornografi kira-kira diartikan sebagai: bentuk tulisan/cetakan atau gambar, dari aktifitas yang menyangkut perbuatan seksual sesama manusia atau manusia dengan binatang, ketelanjangan, dan aksi erotis lainnya; baik gambar diam maupun bergerak (film).
Saya rasa semua orang (baik yang pro maupun yang kontra RUU APP) setuju pornografi perlu diatur.
Disini mulai timbul masalah bagaimana mengatur pornografi tersebut, dan ini menjadi issue kedua, yaitu tentang materi dari RUU. Issue tentang materi RUU ini merupakan salah satu bagian yang menimbulkan pro dan kontra. Dibalik itu, referensi untuk setiap pelanggaran pada hakikatnya sangat plastis dan tergantung kondisi lokal, kemudian dalam RUU diseragamkan menurut referensi tertentu saja.
Bagi yang Pro apapun bentuk RUU nya asal bertujuan mencegah pornografi adalah perlu didukung. Sedangkan yang kontra, melihat dulu materi RUU nya, kalau RUU nya seperti RUU APP yang ramai dibahas saat ini, kayaknya tidak menggambarkan bahwa issue pertama diatas akan dapat diatasi dengan RUU tsb. RUU seyogyanya mengandung aspek general dan punya kemampuan untuk dilaksanakan. Aturan-aturan pasal demi pasal seyogyanya generik bukan spesifik. Contoh : hal-hal yang dilarang dalam RUU APP sebagian besar menempatkan perempuan sebagai obyek spesifik. Mustinya hal-hal yang spesifik dikhususkan untuk hal pengecualian saja.

Kemudian relevansi RUU APP ini apakah sudah urgent dalam kondisi sekarang ataukah ini hanya sebagai langkah politis Pemerintah maupun Parlemen saja. Coba perhatikan: Ada beberapa issue yang ramai dibicarakan yang satu sama lain saling berlomba untuk dikedepankan, yaitu RUU APP yang sangat marak pada awal tahun kemudian mulai tergusur dengan issu hubungan dengan Australia, kemudian mulai tertutupi oleh issue Revisi UU Perburuhan. Sementara itu issue korupsi, BLBI, gaji anggota DPR yang naik melangit mulai dilupakan, angket import beras sudah tenggelam, urusan Exxon mulai redup. Sementara itu RUU PA luput dari perhatian khalayak, intensitas tertelan dalam popularitas masalah yang membahas kulit (RUU APP, masalah moral sebetulnya kalau rakyat sejahtera moral akan dapat diatur dengan mudah) ketimbang membahas esensi kesejahteraan (RUU PA dan masalah effisiensi dana negara dalam gaji anggota parlemen).

Tentang revisi UU perburuhan ternyata hanya kesalahan komunikasi, revisi masih merupakan ide pemerintah, katanya akan dibicarakan dengan pihak buruh dan pengusaha dulu, baru kemudian dikirim ke DPR untuk dibahas sebagai RUU, dan kalau disetujui DPR baru kemudian diundangkan oleh Presiden. Masih panjang prosesnya, namun pemerintah tidak mampu mengkomunikasikan sehingga dipersepsikan seolah-olah revisi UU tersebut sudah terjadi. Baru setelah terjadi protes yang menelan social cost, pemerintah menjelaskan prosedur ini. Keterlambatan penjelasan ini ongkos nya mahal, sudah terjadi histeria demonstrasi buruh, kemudian merusak sarana publik....siapa yang harus menanggung ongkos ini?. Sementara itu RUU PA hanya menarik perhatian segelintir orang, kasihan rakyat Aceh.

Kesemuanya itu adalah niscaya dan lumrah dalam politik, kita rakyat Indonesia mesti pandai-pandai menyikapinya, sehingga tidak larut dalam permainan. Janganlah kita rakyat selalu dijadikan komoditi untuk menolak dan mendukung salah satu issue saja. Kita jadikan diri kita sebagai rakyat yang juga adalah subjek yang harus disejahterakan, yang dari dulu didengungkan tapi tidak kunjung sejahtera. Makin banyaknya pengangguran, wabah penyakit, kelaparan, termasuk kemarahan emosionil yang terlihat dari demo dan tawuran, adalah refleksi dari ketidak sejahteraan rakyat.

Kita harus berpikir jernih dan jujur, kita lah yang menentukan kita mau sejahtera atau tidak, jangan sampai terombang ambing oleh issue politik. Bukankah tujuan pokok membentuk negara ini untuk menjadikan warga negara yang sejahtera dan terurus. Jangan kita sekali-kali lupa prinsip ini kalau mau terlibat dalam politik, kata Gandhi politik tanpa prinsip adalah ngawur.

Semoga Indonesia damai.

No comments: