Tuesday, November 07, 2006
Dua Idul Fitri
Suasana yang diharapkan itu dirasakan tidak tercapai, setidaknya di komplek tempat TH tinggal. Ini sebagai akibat dari perbedaan jadwal pelaksanaan shalat Idul Fitri yang berbeda pada tahun 2006 CE atau 1427 H ini. Ada golongan ummat yang ber idul fitri hari Senin 23 Oktober 2006, dan ada keputusan pemerintah yang menetapkan Selasa 24 Oktober 2006.
Sebetulnya masalah idul fitri akan lebih sederhana kalau kalender rujukan adalah kalender lunar Hijri. Apabila sistim kalender lunar yang dipakai sebagi rujukan, sudah barang tentu updating dan koreksian akibat rotasi dan revolusi bulan-bumi-matahari dapat dilakukan setiap saat. Tapi kita memang sudah sepakat untuk memakai kalender solar CE (Common Era - saya lebih suka pakai common era daripada Masehi) sebagai kalender rujukan, karena mayoritas penduduk bumi memakai sistim kalender CE. Dengan menganut sistim kalender CE maka koreksian dan pengecekan peredaran bumi dan bulan dilakukan seperlunya sesuai dengan kebutuhan seperti halnya penentuan awal puasa dan idul fitri saja. Sebetulnya Tuhan Maha Adil dan Bijaksana, Dia menyuruh ummat Islam berbuka besok, kalau sudah melihat bulan pada magrib hari ini. Terlihat bahwa Tuhan memakai dua standar waktu, kata "besok, siang dan malam" adalah merujuk ke sistim solar, sementara perhitungan awal bulan merujuk ke sistim lunar. Apa jadinya kalau misalnya dipakai sistim solar saja, maka hari-hari puasa disatu daerah akan selalu panjang karena berada di musim panas, sementara kebalikannya akan sangat pendek untuk daerah musim dingin. Sementara itu kalau pakai sistim lunar tidak memiliki istilah siang dan malam (siang dan malam adalah merujuk solar). Manusia disuruh berpikir dengan kedua rujukan ini dalam satu sistim besar jagad raya.
Apakah melihat bulan seperti yang diwahyukan dapat dilakukan dengan cara melihat dengan ilmu atau harus melihat dengan mata kepala? Biarlah ini menjadi kompetensi ahli fiqh. Yang jelas saat ini yang berkembang adalah metoda penentuan awal bulan dengan dua cara, yaitu melihat bulan dengan ilmu hisab dan melihat dengan mata kepala (rukyah). Dan kelihatannya ahli fiqh membenarkan kedua hal ini, terlihat dari himbauan-himbauan yang dilakukan oleh pemimpin ummat untuk tidak mempersoalkan perbedaan ini.
Suatu hal yang disayangkan adalah pemasangan label atau cap pada pengikut kedua cara ini di Indonesia. Yang mengikuti metoda hisab akan di"cap" sebagai golongan Muhammadiyah (karena Muhammadiyah secara organisatoris menganut metoda ini) dan pengikut rukyah sebagai non-Muhammadiyah, atau malah ada yang mencap sebagai NU. Ada pengecualian NU se Jawa Timur juga ber idul fitri hari Senin 23 Oktober 2006, bukan dengan alasan hisab karena ada yang merukyah bulan pada malam sebelumnya. Sudah waktunya kita tidak memberi label dengan cara generalisasi, karena tidak semua ummat yang idul fitri hari Senin adalah Muhammadiyah. Sekedar fakta saja yang membuat indikasi belumlah cukup untuk pemberian label. Fakta hanya fenomena, sementara label golongan adalah berbicara tentang konsep.
Kembali kepada kegelisahan TH, pemimpin ummat atau golongan seyogyanya melihat kemaslahatan ummat. Apalagi tentang idul fitri dan puasa yang merupakan ibadah individual tapi dilakukan secara bersama atau serentak. Kalau keserentakan ini yang diambil sebagai kriteria, maka saya yakin akan ada kesepakatan untuk penentuan idulfitri ataupun awal puasa. Tapi kalau perintah "melihat bulan" sebagai kriteria, maka kita harus bijak dalam menerima kenyataan bahwa ada dua metoda yang tidak akan mungkin disatukan. Tinggal dipilih kriteria yang mana.
Semoga kedamaian selalu meliputi ummat yang secara fitrah memang berbeda.
Friday, August 11, 2006
Sweeping
Hari berikutnya sweeping dilakukan lagi. Sasaran kali ini adalah orang asing, dengan alasan melampiaskan kemarahan karena Lebanon diserang Israel.
Demikian isi berita dua hari yang lalu baik di media televisi maupun cetak.
Menurut logika tidak satu pun alasan logis yang dapat membenarkan perbuatan tersebut. Satu orang keturunan Cina yang memperkosa tidak dapat menjadikan semua warga keturunan Cina harus bertanggungjawab. Kalau logika ini yang dipakai maka semua sistim akan berantakan. Misalnya kalau ada orang Jawa, yang melakukan pemerkosaan, apakah semua orang Jawa juga akan disweeping? Sudah tentu jawaban nya tidak, dan kenapa orang keturunan Cina harus diperlakukan demikian?
Demikian juga kasus yang kedua, apa hubungannya orang asing di Makassar dengan Israel yang menyerang Lebanon, apakah orang asing itu ikut menyerang? Penduduk dunia ada 6,5 milyar, dimana orang Indonesia ada 200 juta sehingga orang asing ada sekitar 6,3 milyar jiwa, hanya sekitar 6 juta orang Israel. Sesuai dengan ilmu statistik maka kemungkinan ketemu orang asing yang Israel didunia ini hanya 6 juta per 6,3 milyar atau sama dengan 1 diantara 10 ribu. Nah kalau mau ketemu orang Israel di Indonesia kemungkinannya adalah 1 /10.000 diantara 200 juta …...alias hampir tidak mungkin, sekalipun faktor mobilisasi mereka sangat tinggi. Kalau toh dijumpai orang Israel sekalipun, kita tidak dapat mengusir seenaknya dan tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya. Atas dasar apa kita bisa menuntut mereka?
Sungguh sangat menyedihkan, bahwa yang melakukan sweeping ini adalah mahasiswa muslim dari kampus universitas yang menyandang identitas Islam. Kita harus waspada dengan kejadian diatas, boleh jadi karena ulah mereka tersebut akan membuat orang Islam dituduh emosionil dan tidak bisa berpikir logis. Stigma yang demikian sudah lama lengket, dan perlu dihilangkan.
Kita semestinya bisa berpikir dan bertindak secara adil. Memperkosa adalah perbuatan yang menentang keadilan. Israel menyerbu Lebanon adalah tindakan yang tidak adil. Tapi melakukan sweeping dengan cara diatas adalah sama tidak adilnya. Lantas apa bedanya?
Friday, August 04, 2006
Iklan.
Inilah yang tidak disadarai oleh semua kalangan, sehingga iklan-iklan tersebut tanpa disadarai telah melakukan brain washing, bahwa kulit yang bagus adalah kulit putih dan rambut yang indah adalah rambut lurus. Pada hal kita tahu bahwa manusia dilahirkan tidak mempunyai kesempatan untuk memilih apakah kulitnya mau putih, coklat atau hitam, dan juga tidak punya kesempatan memilih rambut lurus, ikal maupun keriting.
Konsep persuasif iklan-iklan tersebut terjebak menjadi seolah-olah berbau rasis, karena hanya ras tertentu saja yang berkulit putih dan berambut lurus. Kenapa misalnya iklan itu tidak dibuat lebih kreatif, misalnya rambut menjadi bersih dan rapi, baik itu keriting maupun lurus; ataupun kulit menjadi bersih dan bersinar baik itu putih, coklat ataupun hitam. Sehingga target audiens dari iklan ini menjadi lebih luwes dan luas kesegala bangsa baik berkulit putih, coklat maupun hitam; ataupun beramput lurus maupun keriting.
Kita memang harus berfikir Clearly and Honestly.
Monday, April 17, 2006
Tawakkal kepada Allah SWT.
masjid An-Nur Pamulang Permai
oleh DR. Asep Usman Ismail
Pengertian :
Arti kata tawakkal perlu ditelusuri dari akar kata bahasa Arab waw-qaf-lam yang artinya wakil, yang mewakili dan bertanggung jawab.
Sebagai makna, istilah Tawakkal dalam bingkai Islam adalah: Hamba yang bersandar/berpegang teguh pada Allah SWT dan menjadikan Nya sebagai wakil dan penanggung jawab, sehingga Hamba itu merasa dijamin dan terlindung oleh Nya.
Proses :
Seseorang untuk menjadi tawakkal memerlukan proses. Proses ini menyangkut perasaan, pikiran, pengetahuan, pengalaman, atau dengan kata lain, bergerak dari sisi cognitif, affektif sampai menjadi psycho-motorik. Ini adalah proses standar manusia untuk meleburkan diri kedalam kondisi tertentu. Proses ini akan membuat pemahaman, kepercayaan, pengetahuan cognitif, dan keterlibatan emosional terhadap Tuhan menjadi paripurna.
Kemudian dia akan bersandar/berpegang teguh, dan menjadikan Nya sebagai wakil serta merasa dijamin/dilindungi oleh Nya. Proses ini diperlukan sehingga tidak ada keraguan yang sering hinggap dalam pikiran manusia. Tiada keraguan berarti percaya, atau iman. Tawakkal mempunyai kaitan erat dengan iman, tanpa keimanan maka tawakkal tidak akan tercapai.
Posisi tawakkal :
Manusia sebagai makhluk sempurna diberi potensi cognitif sehingga dia disebut juga makhluk berakal. Cognitif ini merupakan potensi yang memberikan kemungkinan untuk memilih dan mempertanggungjawabkan apa yang dipilih tersebut kelak. Untuk memposisikan manusia sebagai makhluk berakal maka yang harus menentukan terlebih dahulu atas suatu tindakan adalah manusia sendiri. Oleh sebab itu petunjuk tawakkal dapat dilihat dalam Al-Quran surat Ali Imran (2) : 159 sebagai perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat tersebut memerintahkan Muhammad untuk berdakwah dengan urutan prosedur sebagai berikut :
1. Dengan kasih sayang
2. Bersikap lemah lembut atau persuasif
3. Bersedia memaafkan orang lain
4. Memintakan ampun kepada Allah
5. Bermusyawarah
6. Membuat perencanaan yang matang
7. Bertawakkal pada Allah.
Terlihat bahwa tawakkal adalah urutan terakhir dari suatu usaha, semua sistim prosedur yang ada di bawah kontrol manusia harus didahulukan semaksimal mungkin, barulah kemudian bertawakkal.
Contoh seorang Badui yang mengadu kepada Nabi Muhammad SAW bahwa ontanya yang ditinggal diladang tetangganya hilang walau pun dia sudah tawakkal pada Allah. Ketika Nabi menanyakan apakah dia sudah menitipkan onta tersebut pada tetangganya dan dijawab tidak, dan ketika ditanya apakah ontanya diikat, juga dijawab tidak, maka Muhammad menyalahkan si Badui karena dia tidak melakukan hal yang dapat dia kerjakan terlebih dulu sebelum bertawakkal.
Demikian posisi tawakkal dalam kehidupan.
Ciri-ciri tawakkal :
Ciri-ciri orang yang tawakkal, seperti tercermin dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Anfaal (8) : 2 – 4. Tingkat-tingkat tersebut adalah :
1. Mendengar nama Allah saja hatinya sudah bergetar.
Seseorang yang bertawakkal akan bergetar kalbunya apabila mendengar nama Allah, apalagi kalau dia sendiri yang menyebut nama tersebut.
2. Meyakini bahwa harta yang diinfakkan tidak hilang.
Berarti percaya pada jaminan-jaminan yang dijanjikan Allah. Seperti jaminan kuantitatif dan kualitatif dalam firman Nya pada Al-Baqarah (2) : 261.
3. Mendapat derajat lebih tinggi
Orang-orang yang tawakkal akan selalu berada satu tingkat diatas lingkungannya, dan kan mendapat ampunan serta rezeki.
Jaminan-jaminan orang yang tawakkal :
Beberapa jaminan yang akan diperoleh orang yang tawakkal adalah, keyakinannya atas jaminan-jaminan Allah SWT, yang antara lain dalam firmanNya pada Surat Ath-Thalaaq (65) : 2 – 4; yaitu :
- Dijamin selalu mendapat jalan keluar dalam setiap masalah.
- Mendapat rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka
- Mencukupkan keperluannya
- Telah ditentukan qadar (ukuran) baginya.
- Kemudahan segala urusannya.
Timbul pertanyaan kenapa ada orang-orang yang tidak beriman dan tawakkal sebagai mana yang diterangkan diatas, tapi mendapat kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidupnya?.
Hal ini dimungkinkan apabila seseorang mengikuti sunatullah dengan konsekwen atau disebut juga dengan kesalehan duniawi, dia akan mencapai kesuksesan duniawi walaupun dia tidak berangkat dari Iman yang benar. Tapi kesuksesan ukhrawi orang-orang ini hanya Allah yang tahu.
Sementara itu jika seseorang berangkat dari Iman yang benar (saleh ukhrawi), walaupun tidak punya kesalehan duniawi, Allah SWT menjanjikan kebahagiaan ukhrawi baginya.
Sudah barang tentu yang paling baik adalah berangkat dari iman yang benar(saleh ukhrawi) dan mengikuti sunatullah (salehan duniawi), maka ia akan memperoleh kebahagiaan duniawi dan ukhrawi pula.
Penutup :
Tawakkal adalah sebagai penentu kebahagiaan dan kesuksesan hidup, menghilangkan stress dan penyakit hati seperti iri, dengki, kecewa dan tidak puas diri. Saat ini beberapa pentunjuk hidup bahagia dan petunjuk hidup sukses yang ditulis oleh pemikir-pemikir baik yang bersumber dari Al-Quran maupun bukan. Namun kelihatannya essensi ilmu-ilmu tersebut bermuara pada jalan islami yang qurani. Ini menjadi bukti bahwa kebenaran Al-Quran sebagai petunjuk hidup yang universal.
Wallahu a'lam.
Thursday, April 06, 2006
RUU APP, Perburuhan, dan lain-lain
RU APP, sudah banyak sekali argumentasi pro dan kontra. Kadang kedua belah pihak sudah menjurus pada kehabisan argumentasi sehingga yang keluar adalah debat kusir. Malahan pihak yang pro sudah memvonis pihak yang kontra sebagai orang-orang yang hidup bergelimang pornografi dan penuh kemesuman. Begitu juga yang kontra menuduh yang pro sebagai perampas hak asasi manusia dan eksklusif. Kesimpulan yang sudah menjurus kearah hitam-putih --kalau tidak hitam ya pasti putih-- adalah logika yang terlalu sederhana. Masing-masing kita harus berani berpikir jernih dan jujur.
Sebetulnya ada dua hal yang menjadi issue dalam RUU APP. Pertama adalah penyebab lahirnya RUU APP; sedangkan yang kedua adalah materi RUU itu sendiri.
Issue yang pertama adalah bahwa pornografi telah merajalela dari mulai anak sekolah dasar sampai orang dewasa, yang dikuatirkan dan dituduh sebagai penyebab rusaknya moral dan timbulnya kejahatan seksual. Pornografi berasal dari bahasa Yunani terdiri atas dua kata porn dan graphos; porn berarti pelacuran sedangkan graphos berarti tulisan; sehingga pornografi kira-kira diartikan sebagai: bentuk tulisan/cetakan atau gambar, dari aktifitas yang menyangkut perbuatan seksual sesama manusia atau manusia dengan binatang, ketelanjangan, dan aksi erotis lainnya; baik gambar diam maupun bergerak (film).
Saya rasa semua orang (baik yang pro maupun yang kontra RUU APP) setuju pornografi perlu diatur.
Disini mulai timbul masalah bagaimana mengatur pornografi tersebut, dan ini menjadi issue kedua, yaitu tentang materi dari RUU. Issue tentang materi RUU ini merupakan salah satu bagian yang menimbulkan pro dan kontra. Dibalik itu, referensi untuk setiap pelanggaran pada hakikatnya sangat plastis dan tergantung kondisi lokal, kemudian dalam RUU diseragamkan menurut referensi tertentu saja.
Bagi yang Pro apapun bentuk RUU nya asal bertujuan mencegah pornografi adalah perlu didukung. Sedangkan yang kontra, melihat dulu materi RUU nya, kalau RUU nya seperti RUU APP yang ramai dibahas saat ini, kayaknya tidak menggambarkan bahwa issue pertama diatas akan dapat diatasi dengan RUU tsb. RUU seyogyanya mengandung aspek general dan punya kemampuan untuk dilaksanakan. Aturan-aturan pasal demi pasal seyogyanya generik bukan spesifik. Contoh : hal-hal yang dilarang dalam RUU APP sebagian besar menempatkan perempuan sebagai obyek spesifik. Mustinya hal-hal yang spesifik dikhususkan untuk hal pengecualian saja.
Kemudian relevansi RUU APP ini apakah sudah urgent dalam kondisi sekarang ataukah ini hanya sebagai langkah politis Pemerintah maupun Parlemen saja. Coba perhatikan: Ada beberapa issue yang ramai dibicarakan yang satu sama lain saling berlomba untuk dikedepankan, yaitu RUU APP yang sangat marak pada awal tahun kemudian mulai tergusur dengan issu hubungan dengan Australia, kemudian mulai tertutupi oleh issue Revisi UU Perburuhan. Sementara itu issue korupsi, BLBI, gaji anggota DPR yang naik melangit mulai dilupakan, angket import beras sudah tenggelam, urusan Exxon mulai redup. Sementara itu RUU PA luput dari perhatian khalayak, intensitas tertelan dalam popularitas masalah yang membahas kulit (RUU APP, masalah moral sebetulnya kalau rakyat sejahtera moral akan dapat diatur dengan mudah) ketimbang membahas esensi kesejahteraan (RUU PA dan masalah effisiensi dana negara dalam gaji anggota parlemen).
Tentang revisi UU perburuhan ternyata hanya kesalahan komunikasi, revisi masih merupakan ide pemerintah, katanya akan dibicarakan dengan pihak buruh dan pengusaha dulu, baru kemudian dikirim ke DPR untuk dibahas sebagai RUU, dan kalau disetujui DPR baru kemudian diundangkan oleh Presiden. Masih panjang prosesnya, namun pemerintah tidak mampu mengkomunikasikan sehingga dipersepsikan seolah-olah revisi UU tersebut sudah terjadi. Baru setelah terjadi protes yang menelan social cost, pemerintah menjelaskan prosedur ini. Keterlambatan penjelasan ini ongkos nya mahal, sudah terjadi histeria demonstrasi buruh, kemudian merusak sarana publik....siapa yang harus menanggung ongkos ini?. Sementara itu RUU PA hanya menarik perhatian segelintir orang, kasihan rakyat Aceh.
Kesemuanya itu adalah niscaya dan lumrah dalam politik, kita rakyat Indonesia mesti pandai-pandai menyikapinya, sehingga tidak larut dalam permainan. Janganlah kita rakyat selalu dijadikan komoditi untuk menolak dan mendukung salah satu issue saja. Kita jadikan diri kita sebagai rakyat yang juga adalah subjek yang harus disejahterakan, yang dari dulu didengungkan tapi tidak kunjung sejahtera. Makin banyaknya pengangguran, wabah penyakit, kelaparan, termasuk kemarahan emosionil yang terlihat dari demo dan tawuran, adalah refleksi dari ketidak sejahteraan rakyat.
Kita harus berpikir jernih dan jujur, kita lah yang menentukan kita mau sejahtera atau tidak, jangan sampai terombang ambing oleh issue politik. Bukankah tujuan pokok membentuk negara ini untuk menjadikan warga negara yang sejahtera dan terurus. Jangan kita sekali-kali lupa prinsip ini kalau mau terlibat dalam politik, kata Gandhi politik tanpa prinsip adalah ngawur.
Semoga Indonesia damai.
Thursday, March 30, 2006
Sekolah Kita
Kenyataan diatas berakibat pada sedikitnya waktu temu muka setiap mata pelajaran, apalagi dengan jumlah murid dikelas (terutama sekolah negeri) sampai 35-40 orang. Murid tidak menguasai pelajaran, dan guru tidak dapat mngukur kemajuan murid dengan baik. Ini juga mengakibatkan makin sedikitnya waktu bagi murid untuk mengulang pelajaran dirumah, apalagi murid yang di Jakarta yang membutuhkan waktu 1-2 jam pulang pergi sekolah. Akibatnya sasaran yang diharapkan untuk menjadikan murid memiliki pengetahuan luas menjadi kedodoran, sehingga yang dilakukan adalah memperoleh nilai instant dengan menghapal jawaban soal, bukan memengerti mata pelajaran.
Sudah waktunya kita memikirkan pengurangan mata pelajaran, sampai paling tidak setengahnya, sesuai dengan span of control anak didik. Dinegara maju dari SD sampai SMA mereka mendapat sekitar 5 - 8 pelajaran saja, dan bahkan 2-3 diantaranya adalah pelajaran pilihan. Ini terbukti effektif, membuat murid menguasai pelajaran yang juga memupuk percaya diri sehingga menjadi mandiri.
Solusi ini harus segera kalau kita tidak ingin anak-anak didik nantinya menjadi orang yang tidak mandiri dan hanya memikirkan jalan pintas instant dalam segala hal.
Wednesday, March 29, 2006
Bagaimana Ilmu Ekonomi Menjawab?
Ekonomi pada kenyataanya adalah suatu lingkaran akrtifitas yang saling tergantung antara tiga komponen besar : Produsen, Konsumen dan Pasar. Jika salah satu unsur lemah, akan membuat perputaran roda ekonomi menjadi pincang. Ibarat bajaj, yang salah satu ban nya kempes. Memang bajaj masih bisa dijalankan, dan roda ekonomi masih bisa diputar, namun tidak lagi dapat memenuhi tujuan luhur dari sistim ekonomi. Tujuan luhur ini tidak lain adalah kesejahteraan masyarakat.
Kenyataan yang dihadapi
Pengadaan jalan tol, yang dibangun oleh investor swasta dengan sistim BOT. Sebagaimana diketahui BOT (built, operate and transfer) adalah salah satu cara pemerintah untuk membangun proyek yang diserahkan kepada investor swasta, dan investor berhak mengoperasikan nya dalam jangka waktu tertentu. Setelah masa konsesi operasi selesai, proyek akan diserahkan kepada pemerintah. Masa konsesi itu tergantung kepada kemampuan proyek untuk mengembalikan investasi ditambah keuntungan bagi investor swasta tersebut. Pengembalian dana investor tentu berasal dari tarif tol yang dibayar oleh pengguna. Agar sasaran jangka waktu konsesi dapat tercapai, maka penurunan pendapatan investor akan dicarikan penyelesaian, yang sudah pasti dengan menaikkan tarif sebagai satu-satunya sumber pendapatan untuk membayar investor.
Demikian juga dengan kasus PLN yang merencanakan untuk menaikkan tarif listrik. PLN mengalami kerugian, untuk mmenutupi kerugian PLN meminta pemegang sahamnya yaitu pemerintah untuk mengatasinya dengan dana subsidi agar kerugiannya dapat ditutup. Sementara pemerintah tidak punya dana untuk memberikan subsidi penuh, maka uang yang dibutuhkan PLN haruslah diambil dari pelanggan dengan menaikkan tarif.
Dalam hal diatas, baik investor jalan tol maupun PLN tidak mau rugi atau berkurang keuntungannya, seperti yang sudah dituangkan dalam rencana bisnis mereka, yang juga menganut prinsip ekonomi Adam Smith. Disini kita belum lagi membahas apakah kedua nya telah menjalankan usaha dengan effisien, tanpa ada kebocoran atau penggelembungan biaya.
Terlihat prinsip untung sebesar-besar nya dengan modal sekecil-kecilnya adalah sangat aplikatif buat produsen. Kalau hanya prinsip diatas yang mengemuka, maka konsumen berada pada posisi yang terpaksa menerima, apalagi produsennya monopolis yang membuat konsumen tidak punya pilihan. Konsumen, dalam hal ini masyarakat akan membayar semua ini dari hasil pendapatan mereka. Pendapatan para konsumen ini akan sangat tergantung pada tingkat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional. Salah satu kriteria keberhasilan ekonomi adalah kesejahteraan rakyat, yang berarti kesejahteraan konsumen. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin sejahtera rakyat/ masyarakat konsumen, yang akan membuat kemampuan bayar mereka menjadi tinggi untuk membayar semua kebutuhan hidup termasuk kenaikan yang dibebankan produsen. Ini juga berlaku untuk semua produk tidak hanya jalan tol dan listrik PLN saja.
Sampai disini tidak ada yang salah, semuanya benar sesuai dengan logika prinsip ekonomi. Isu ini akan menimbulkan masalah kalau konsumen menjadi salah satu ban bajaj yang kempes.
Nyatanya, pertumbuhan ekonomi
Bagaimana Ilmu Ekonomi menjawabnya ???
Wednesday, March 22, 2006
Ego, akal dan nafsu
Kala "akal" yang dikedepankan maka yang "benar" akan tertutup oleh "pembenaran".
Kala "nafsu" mendahului maka ada hak orang lain yang terlanggar.
Jadi, memakai ego, akal dan nafsu harus dibawah kontrol.
Tuesday, March 07, 2006
Welcome Letter
Everybodys' comments on my published idea, are welcome. Please submit your comments clearly and honestly.
Thank you
Adli