Inti dari SKB adalah seperti termuat dalam diktum kesatu dan kedua. Diktum Kesatu : “ Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.” dan diktum Kedua : “Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.” (kutipan dari website Dep.
Karena SKB berlaku bagi seluruh warga Negara
Tujuan untuk meredam Ahmadiyah akhirnya akan merembet kepada yang lain-lain, akibat dari diktum kesatu ini, dan memberi peluang konflik horisontal selanjutnya.
Diktum Kedua khusus bagi jemaah Ahmadiyah, agak lebih “ringan” karena yang dilarang hanya melakukan penyebaran penafsiran tentang adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW, kalau meyakininya sih boleh-boleh aja asal jangan disebarkan. Namun demikian ini sangat membatasi hak warganegara yang dilindungi oleh konstitusi, seperti misalnya, orang tua tidak dapat medidik anak-anak sesuai dengan keyakinannya karena akan dituduh menyebarkan penafsiran.Menurut hemat saya perbedaan keyakinan ini tidak perlu di”hakimi” oleh pemerintah, kalau Ahmadiyah dianggap sesat oleh orang Islam, cukup dianggap sesat oleh orang Islam saja, dan biarkanlah mereka dengan kesesatannya. Persoalan Aqidah adalah persoalan keyakinan masing-masing individu, tidak akan ada Aqidah seseorang yang akan ternoda akibat perbuatan orang lain, kecuali dia menodai sendiri.
Wallahu a’lam
1 comment:
hal sama yang saya tulis mengenai ini pak Adli, kadang2 kita ini lucu kenapa ya manusia ini takut kalau agama kita kalah, disalahkan?
Post a Comment