Khutbah hari ini ditempat saya shalat jum’at disampaikan
oleh seorang khatib senior dengan sangat piawai. Khutbah dengan topik fenomena
pemurtadan disampaikan dengan gaya sangat persuasif menggiring alur pikir
pendengar dan menghipnotis jamaah sehingga tidak ada yang tertidur. Topik
khutbah sebenarnya biasa saja dan tidak ada yang aneh, namun penjelasan
detailnya tidak dapat diterima sepenuhnya, bahkan membahayakan karena dapat
mengundang gesekan sosial.
Menurut khatib, siapapun orang islam yang sedikit saja mengikuti orang kafir sudah
termasuk orang yang murtad. (Yang
dimaksud kafir disini adalah orang non Islam, walaupun untuk istilah kafir ini
masih perlu perdebatan lagi). Ayat Al-Quran yang dikutip yang intinya
adalah siapapun yang mengikuti sedikit saja kelakuan orang kafir akan menjadi
murtad (saya lupa ayat yang beliau kutip).
Rasanya tidak dapat kita terima terjemahan khatib bahwa hanya sekedar merayakan
ulang tahun dengan kue dan lilin sudah membuat seorang muslim jadi murtad.
Menurut saya ayat itu lebih bicara pada aqidah
dan keyakinan yang prinsipil, bukan masalah tetek bengek seperti ulang
tahun.
Perlu disadari bahwa kita manusia adalah makhluk sosial yang
bermasyarakat, tidak bisa hidup sendiri atau hanya dalam kelompok yang
terisolasi. Hidup bermasyarakat, tidak hanya lingkungan seagama, tapi jauh
lebih luas. Kita hidup dengan orang-orang dari berbagai macam agama dan
kepercayaan serta berbagai bangsa. Dalam
kehidupan demikian tidak dapat dihindari terjadinya pertukaran budaya, saling
pengaruh akibat dari interaksi sosial. Apalagi kehidupan modern saat ini dengan
sistim komunikasi yang sangat maju. Disadari atau tidak ini adalah sunatullah,
yang menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling
menjalin hubungan baik. Ummat Islam diberi pegangan untuk menjaga diri agar tetap
dalam koridor Islam, yaitu petunjuk syari’at dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Meskipun penafsiran syariat dari Al-Quran dan Sunnah juga sangat beragam, tapi
kita punya satu ikatan rukun Islam dan Iman dalam satu konsep tauhid. Sangat mungkin dan memang kenyataan bahwa koridor
Islam juga saling berhimpitan dengan koridor keyakinan lain, apalagi keyakinan
dari apa yang dikenal dengan agama langit. Koridor yang berhimpit ini tidak
dapat hanya diklaim sebagai Islam dan tidak boleh juga ditolak sebagai bukan
islam. Koridor yang berhimpit ini boleh jadi apa yang dilansir Allah dalam
al-Quran adalah termasuk kalimatussawa.
Kemudian khatib juga mengatakan bahwa pemurtadan itu
dilakukan oleh kaum kafir (terutama
Yahudi dan Nasrani) terhadap Islam. Lagi-lagi khatib mengutip ayat yang
isinya tentang ketidak relaan kaum Yahudi dan Nasrani kalau kita belum ikut
mereka. Padahal ayat tersebut sangat kontekstual pada zaman Nabi, saat kaum
muslim berperang dengan Yahudi dan Nasrani dulu. Era sekarang saya kira terlalu
berlebihan kalau kita menganggap Yahudi dan Nasrani adalah agama yang bermaksud
menyerang Islam. Terlalu jauh pikiran yang dilontarkan khatib bahwa mereka
(Yahudi dan Nasrani) memerangi Islam, apalagi dia menambahkan bahwa tidak hanya
perang dalam artian klasik dengan senjata dan pertumpahan darah, tapi juga perang
dengan menyusupkan ideologi, konsep pemikiran dan sytem perangkat hidup.
Ketakutan bahwa Islam akan menjadi rendah sepertinya adalah ketakutan yang
berlebihan. Ketakutan ini yang akan menimbulkan pikiran bahwa Islam diperangi,
padahal mungkin sebenarnya kualitas keberagamaan kita yang kurang percaya diri.
Kalau pun toh ada perang, semuanya adalah akibat perebutan kekuasaan dan
pengaruh, dengan memakai agama sebagai alat yang ampuh melibatkan ummat. Bukan ajaran
agama yang ingin saling mengalahkan, tapi penganutnya yang kebablasan. Cara
penyampain khatib tersebut termasuk kebablasan, sangat rentan dan memicu sentimen
umat untuk saling berperang.
Kita tidak bisa hidup dengan membentengi diri, steril dari
pengaruh luar, kita makhluk sosial dan harus hidup bermasyarakat dan
berinteraksi satu sama lain. Kita juga tidak bisa memaksakan aturan Islam yang
harus diberlakukan dalam keberagaman Indonesia. Kita harus mencari kesamaan
bukan perbedaan sehinga dapat berlomba-lomba menuju kebaikan. Semoga.
Adli Usuluddin
Jum’at 22 November 2013