Mahmoud Mohamed Thaha
(1909 – 1985), seorang pemikir dan pembaharu Islam yang juga pejuang
kemerdekaan Sudan dan berpendidikan insinyur teknik. Bukunya “The Second Message of Islam”
diterbitkan oleh Syracuse University Press, New York 1987, yang sudah
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dengan judul “Syari’ah Demokratik” oleh
penerbit Lembaga Studi Agama dan Demokrasi, Surabaya 1996. Berikut nukilan dari buku Thaha tersebut:
Pemikiran dan pendapat Thaha dalam buku tersebut secara
garis besar adalah tentang proses ke-Islam-an manusia yang dimulai dengan
pengakuan diri sebagai Islam sampai menjadi Islam paripurna (kaffah). Islam
adalah suatu proses intelektual, dimana seorang hamba yang saleh berproses secara
berjenjang dalam tujuh tahapan yaitu:
- Al –Islam, yaitu pengakuan manusia dengan kepatuhan eksternal, melalui syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Manusia harus mematuhi aturan formal islam yang dikenal dengan rukun Islam. Ikatan ini masih sekedar ikatan eksternal.
- Al-Iman, yaitu percaya kepada Allah, Rasul, malaikat, kitab suci, hari akhir, qadha dan qadhar. Sesuai dengan arti kata iman yang juga berarti aman. Maka manusia tidak hanya percaya tapi juga harus merasa aman bersama Allah. Seperti anak kecil yang merasa aman bersama orang tuanya. Termasuk manusia juga juga harus memberi rasa aman bagi manusia dan makhluk lainnya.
- Al-Ikhsan, yang digambarkan dengan beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihat-Nya. Kalaupun kita tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia pasti selalu melihat kita.
Tahapan lebih lanjut adalah tahapan yang lebih advance, yang berpijak pada ilmu pengetahuan, disebut dengan hakekat. Tahapan itu adalah:
4. ‘Ilman yaqin, yaitu keyakinan yang difahami melalui ilmu pengetahuan.
5. ‘Ainul yaqin, yaitu keyakinan yang difahami dengan penglihatan dan pengalaman.
6. Haqqul yaqin, yaitu keyakinan yang sesungguhnya.
Setelah tahapan hakekat diatas maka proses akan mencapai puncaknya yaitu
7. Al-Islam. Al-Islam terakhir ini berbeda dengan Al-Islam yang awal. Al-Islam yang terakhir adalah sepenuhnya berserah diri. Inilah Islam kaffah seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.
Proses ini berkaitan dengan proses turunnya Al-Quran dalam
dua periode, yaitu periode Makkah selama 13 tahun awal kenabian Muhammad saw
yang disebut ayat-ayat Makkiyah; dan periode Madinah selama 10 tahun terakhir
kenabian yang disebut ayat-ayat Madaniah. Kandungan ayat pada kedua periode ini
mempunyai perbedaan mendasar. Ayat-ayat Makkiyah yang diturunkan lebih awal
adalah ayat-ayat yang mengandung pengertian dan wawasan universal, memerlukan
ilmu dan pikiran untuk memahaminya. Sementara ayat-ayat Madaniyah lebih kepada
konteks praktis, kontekstual, menyangkut
aturan atau syari’at.
Kenyataan
tahap awal kenabian Muhammad selama tiga belas tahun, sebelum hijrah ke
Madinah, memang tidak memperoleh pengikut yang cukup banyak. Ini disebabkan karena
untuk menangkap pesan ayat-ayat Makkiyah memerlukan analisa pemikiran yang
mendalam dimana waktu itu belum banyak orang Arab Makkah yang mampu memahami.
Selanjutnya
Thaha berpendapat bahwa kemudian diturunkan ayat-ayat Madaniyah setelah hijrah
Nabi. Ayat-ayat Madaniyah terutama berisi petunjuk praktis dan mudah dipahami dengan
tujuan untuk mematangkan manusia, mempersiapkan manusia menjadi lebih beradab.
Aqidah dan syari’ah adalah esensi ayat-ayat Madaniyah.
Thaha menyebut ayat-ayat Madaniyah sebagai pesan
pertama meskipun diturunkan sesudah ayat-ayat Makkiyah. Alasannya menurut Thaha
adalah karena ayat Madaniyah berisi tuntunan bagi manusia yang kemudian dikenal
dengan ayat-ayat yang mengandung syari’ah dan kontekstual pada zaman itu. Ayat
Madaniyah mempersiapkan ummat untuk dapat memahami ayat Makkiyah. Kemudian Thaha
mengategorikan ayat Makkiyah sebagai pesan kedua Islam, bagi ummat yang sudah siap untuk menerima
pesan-pesan universal.
Kehidupan
Thaha berakhir dengan tragis, bulan Januari tahun1985 dia dihukum mati oleh
rezim berkuasa Sudan waktu itu, akibat pembangkangannya pada pemerintah dan
pemikiran-pemikiran Islam diluar main
stream.()